Bagi sebuah perusahaan/organisasi, brand adalah aset. Brand menyangkut persepsi dan good
feeling yang muncul di benak publik tentang suatu produk, jasa, maupun korporasi.
Ketika mendengar Starbucks, persepsi yang muncul di benak kita adalah kopi bergengsi yang
menawarkan sensasi minum kopi yang unik. Ketika melihat gadget berlogo Apple,
maka yang terpikir adalah gadget inovatif dengan selera desain yang berkelas.
Untuk bisa diingat dan menjadi top of mind di benak publik, perusahaan/organisasi
perlu melakukan branding terhadap dirinya.
Terlebih, untuk survive di era
globalisasi saat ini bukanlah hal mudah, mengingat semakin banyak brand ternama yang bermunculan dan
menjejali benak publik. Kini, di era informasi yang serba cepat dan tanpa batas
telah mendorong perubahan perilaku khalayak terhadap informasi. Khalayak kini
bukan lagi sebagai objek, melainkan subjek yang aktif. Khalayak memiliki
kesempatan yang luas untuk tidak hanya menerima informasi, tetapi juga mencari
bahkan berpartisipasi dalam penyebaran informasi. Oleh karena itu, kreativitas
dan inovasi yang mumpuni menjadi tuntutan yang harus dipenuhi bagi Brand Owner agar bisa memenangkan top of mind publik terhadap brand dan terus unggul dari
kompetitornya.
Pertanyaannya, bagaimana agar bisa
terus unggul dari kompetitor? Tentu strategi positioning menjadi hal yang harus digarap. Kesan apa yang ingin
diciptakan dalam benak khalayak, itulah yang menjadi kunci branding. Diferensiasi menjadi syarat bagi brand agar bisa dikenali.
Disamping itu, identitas brand juga tak kalah penting dalam
aktivitas branding. Sebuah perusahaan
harus bisa merepresentasikan visinya melalui identitas karena brand identity juga dapat mempengaruhi persepsi publik. Bagaimana seorang
praktisi komunikasi menciptakan brand
awareness lewat simbol atau logo juga menjadi “pekerjaan rumah” yang harus
dijawab.
Realita tersebut menuntut para praktisi
Public Relations (PR) dan praktisi
komunikasi untuk senantiasa proaktif dan responsif. Mereka tidak bisa hanya
menunggu permintaan publik. Mereka harus peka dalam membaca apa yang diinginkan
publik. Insight publik harus digali
dan dicermati. Hal inilah yang tentu harus disikapi dengan pendekatan dan strategi
yang tepat.
Pendekatan branding di era informasi pada akhirnya sampai pada pemanfaatan
internet untuk mengoptimalisasi aktifitas branding
suatu organisasi. Lalu bagaimana cara Brand
Owner untuk menyikapi dashyatnya dampak yang ditimbulkan internet terhadap
suatu proses branding ? Apakah kini,
strategi komunikasi 2.0 dengan memanfaatkan internet telah meniadakan aktifitas
branding konvensional yang selama ini
digunakan? Kedua hal ini akan sangat menarik apabila diulas kedalam suatu
pemaparan stratejik mengenai aktifitas branding
bagi organisasi di era informasi sekarang ini.
Yang tak kalah penting, peran internal
dalam proses branding. Jika para
pegawai tidak percaya dan tidak terdorong untuk terikat secara emosional dengan
brand-nya sendiri, mengapa publik
harus percaya? Oleh karena itu, internal brand
building juga harus digarap dengan baik agar proses branding sebuah organisasi bisa berjalan mulus.
Pembicara
1. Bambang Budi Rahardjo (CSR, Media, & Eksternal Communication Manager PT Badak NGL)
2. Hikmat Suriatanwijaya (Communication Team Leader Greenpeace Indonesia)
3. M. Arief Budiman (CEO Petak Umpet Advertising & Writer of Spiritual Creativepreneur)
4. Imam Subhan (CEO DBrand Communication)